Translate

Rabu, 31 Agustus 2016

Arie Hanggara (1985) - Kisah Nyata - FILM LAWAS INDONESIA



Sinopsis

Film ini menceritakan tentang kisah nyata setelah warga Jakarta dihebohkan kasus meninggalnya seorang bocah 8 tahun bernama Arie Hanggara akibat penyiksaan orang tuanya. Media massa meliput penuh gempita kabar ini.
Film ini berkisah tentang seorang penganggur kelas berat bernama Tino Ridwan (Deddy Mizwar). Sifatnya yang pemalas, tukang janji kelas kakap, dan pembuat anak yang kuat menyebabkan saudara dari pihak istrinya menggunjinginya sebagai pejantan yang hanya kuat membuat anak.
Karena tak punya kerjaan dan disertai dengan harga diri yang tinggi, sementara Jakarta meminta terlalu banyak, bersiteganglah si Tino dengan istrinya, Dahlia (Anissa Sitawati). Sang istri kembali ke Depok dan Tino menitipkan anak-anaknya ke rumah neneknya untuk kemudian diambil lagi sewaktu dia sudah hidup bersama dengan pacarnya, Santi (Joice Erna) secara kumpul kebo.
Di rumah kontrakan kecil ini hiduplah lima orang manusia. Tino dan Santi serta tiga anak Tino dari istri pertamanya: Anggi (tertua), Arie, dan Andi (si kecil). Sementara, anak ketiganya, Arki, dibawa oleh Dahlia.
Tino sadar betul dengan profesinya sebagai penganggur. Dia pun sehabis mengantar istri ke kantor, dia melamar kerja di sana dan di sini. Tapi tidak dapat-dapat juga. Teman-teman dihubungi, tapi semuanya menolak. Padahal di rumah rokoknya terus mengebul dan omongannya juga besar.
Santi sudah mulai cerewet, kerja tidak didapatkan juga, anak-anak di rumah kian membandel saja. Oleh karena ini semua Tino selalu menetapkan aturan yang keras kepada anaknya. Apa saja harus diatur. Tapi Arie Hanggara (Yan Cherry Budiono), si anak kedua ini, selalu membandel dengan aturan ini. Wajah Yan Cherry Budiono yang memerankan Arie ini memang wajah memelas. Sosoknya pendiam. Tapi diamnya Arie adalah diam yang meresahkan Tino.
Tino sebetulnya sayang dengan anak ini. Santi demikian juga adanya. Namun Santi mulai cerewet dan menyindir-nyindir Tino atas kenakalan anak-anaknya. Lama-lama dia mulai jengkel, terutama kepada Arie. Mula-mula kalau semuanya berkumpul di meja makan malam hari, Tino sudah memperingati dan memaklumkan aturan supaya jangan nakal dan jangan nakal.
Akan tetapi Arie Hanggara tetap membandel dengan aturan itu. Awalnya dipukuli, Arie masih mengaduh, tapi lama-lama anak ini menjadi adiktif dan seperti meminta untuk dihukum. Lantaran takut melanggar, Arie sering berbohong.
Di sekolah, Arie jadi pendiam, asosial, dan jadi senang mengincar dompet teman-temannya. Maka jadi bulan-bulananlah dia. Beruntung, ibu gurunya (Sofia WD) sangat bijaksana.
Karena merasa sakit perilaku Arie sudah tak bisa diobati di sekolah SD Negeri, Tino pun berencana membawa si Arie ke pesanntren di Jawa Timur.
Tapi sayang sebelum dia dibawa ke pesantren, dia harus melakukan kesalahan lagi. Tapi kali ini kesalahan kakaknya. Tapi Arie mengaku bahwa dialah yang melakukannya. Bahkan dia minta digantung saja atau tangan diikat saja supaya tak nakal lagi. Sementara Arie diikat, dua saudaranya yang lain memberinya makan diam-diam.
Tugas Arie di hari kedua sebelum kematian adalah membersihkan kamar mandi. Tapi Arie malas-malasan. Arie dipanggil. Arie maju ke hadapannya. Bergeraklah tangan si Tino penganggur ini ke pantat. Dihukumlah anak ini berdiri jongkok. Kakak dan adiknya melihat Arie yang terhuyung-huyung ngantuk sambil memeluk lutut di lantai menjalani hukuman yang mestinya tak boleh ditanggungnya. Ia tak boleh makan, adik dan kakaknyalah yang diam-diam memberinya biskuit. Tatkala mereka menawarkan diri memberi Arie minum, Arie menolak. Dan malapetaka itu pun terjadi.
Santi pada malam malapetaka dan besoknya Arie dan Tino akan berangkat ke Jatim itu masih manis menasehati Arie untuk minta maaf saja dengan Tino, ayahnya. Tapi Arie tak melakukannya, malah dibilangnya pada ibu tirinya itu, dia lebih baik dihukum terus saja. Maka menyambarlah tangan Santi yang mendorong Arie ke dinding. Tino berdiri dan menggampar pantat kecil anak malang ini sementara Santi duduk sambil menjahit di ruang makan. Mata Arie yang lebam kebiruan memandang sendu bapaknya. Tak tahan memandang mata anak itu, diambilnya tongkat sapu. Diganyangnya pantat itu dengan pukulan bertalu-talu. Menjeritlah Santi melihat ulah Tino. Anak ini tidak mau lagi menangis. Menatap bapaknya dengan sangat tajam, tapi raut wajah dingin yang mengerikan. Lalu dengan kesal dan kalap satu tamparan keras menghantam pipi kiri Arie dan terjungkallah ia ke lantai. Lalu Tino memberinya air minum. Arie tetap di dekat tembok menjalani hukuman. Mereka sempat pelukan dan suara Tino sudah mengendur. Mungkin capek menghadapi sikap Arie yang dingin, patuh, tapi kepatuhan yang melawan. Dan Arie minta minum lagi. Tapi Tino mengancam, setelah dia diberi minum, tidak boleh lagi minum tanpa seizinnya. Arie pun dengan datar berjanji untuk tak minum lagi.
Mungkin karena jiwa anak ini sudah mau bunuh diri di tangan ayahnya sendiri, dia melanggar lagi sabda si penganggur ini. Dia mengambil air minum, tapi gesekan gelasnya didengar oleh Tino. Tino bangun dan lupa bahwa mereka besok mau ke pesantren. Dia kalap. Arie, anak malang ini, harus menjadi santapan kemarahan jam dua dini hari itu. Tak ada teriakan. Tak ada rintihan. Tak ada apapun keluar dari mulut anak yang sudah mencium bau kematian sejak 6 November ini yang bahkan satu jam sebelum kematiannya dia sudah berpesan kepada dua saudaranya bahwa ia akan pergi dengan sangat jauh. Arie terjatuh di lantai. Paniknya Tino dan Santi subuh itu melihat anak itu dan membawanya ke RS dalam kondisi yang sebetulnya sudah tak bernyawa.
Ada raut sesal berkecamuk di hati Tino. Matanya bersimbah air mata melihat Arie terbujur kaku di atas ranjang roda berkain putih yang ditarik perawat putih-putih menuju dunia putihnya. Tapi apa boleh buat. Arie sudah tiada. Arie, si anak malang yang sudah mencium bau kematiannya itu meninggal di dinding penghukumannya. Dahlia yang mendengar kabar itu pun sangat terpukul dan marah pada Tino.
Kemudian Tino dan Santi didakwa atas tuduhan menyiksa anak mereka sendiri. Masyarakat pun murka dan menuntut hukuman berat bagi mereka berdua.
Lalu koran-koran ibu kota terbit sore pun menulis dengan besar di halaman depan kematian tragis bocah malang Arie Hanggara. Arie adalah korban dari perceraian orang tuanya.

SutradaraFrank Rorimpandey
ProduserPT Manggala Perkasa Film
Tobali Indah Film
PenulisArswendo Atmowiloto
PemeranDeddy Mizwar
Yan Cherry Budiono
Joice Erna
Anissa Sitawati
Cok Simbara
Zaenal Abidin
Nani Wijaya
Mien Brodjo
Sofia WD
Rachmat Hidayat
Julie Soleh
MusikIdris Sardi
Durasi
220 menit
NegaraIndonesia

Sabtu, 20 Agustus 2016

Khawatir Tidak Mendapat Jodoh, Berarti Anda Sudah Menghina Allah




SUJIWO Tejo, selaku salah satu budayawan Indonesia mengemukakan hal menarik. Ia berkata, “Menghina Tuhan tak perlu dengan umpatan dan membakar kitabNya. Khawatir besok kamu tak bisa makan saja itu sudah menghina Tuhan.” Akibat ujaran tersebut, terinspirasi untuk mengubah komposisi kalimatnya menjadi, “Menghina Allah tak perlu dengan umpatan dan membakar kitabNya. Khawatir kamu tak bisa mendapatkan jodoh itu sudah menghina Allah.”
Apabila khawatir tidak mendapatkan jodoh, lalu sibuk mencari pacar. Saat ada yang menasihatinya bahwa pacaran itu mendekatkan diri pada zina malah diumpat (dilecehkan-misalnya, menyebutnya kuno) berarti hatinya terlalu sempit untuk menyakini jodoh itu sudah dijamin Allah. Bila memang telah merasa mampu menikah, silakan lakukan dengan cara yang baik. Cari informasi mengenai sosok yang diyakini baik untuk dijadikan pendamping hidup melalui orang-orang terdekatnya. Saat sudah yakin, datangi ke dua orang tuanya. Sampaikan niat ingin menikahinya, bukan sekadar memacarinya hingga tahunan kemudian bosan dan berujung meninggalkan.
Bukankah dalam Qur’an Surah an-Nahl (16: 72) Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Allah menjadikan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”
Dengan demikian, jangan sampai merasa untuk mendapatkan jodoh harus ditempuh dengan cara bermaksiat terlebih dahulu melalui pacaran. Percayalah, kalau sudah membiasakan diri bermaksiat maka akan memiliki kecenderungan untuk melakukan perzinaan. Akibatnya, cukup mengerikan, seperti ditegaskan Allah dalam Qur’an Surah An-Nur (24: 3), “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik.”
Jadi, perbaiki akhlak dan tindak apabila berharap jodoh terbaik. Sesungguhnya, ”Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (Qur’an Surah An Nur, 24: 26)
Percayalah, bila pribadimu baik. Pekerjaanmu mapan, ilmu agamamu memadai. Sulit menolak tawaran menikah yang dirimu ajukan. Perempuan itu cerdas, mereka akan mengutamakan lelaki yang bisa menjamin masa depannya serta anak-anak yang akan dilahirkannya kelak. Bagaimana pun, lelaki yang berpengalaman pacaran jauh lebih rendah nilainya dibandingkan lelaki yang besar dalam penghasilan. Lelaki yang mahir umbar rayuan, jauh lebih rendah nilainya dari lelaki yang berani menyatakan sanggup menyegerakan pernikahan. Lelaki yang bermodal bensin eceran, jauh lebih rendah nilainya dari lelaki yang sudah memiliki rumah sebagai tempat mengasuh dan membesarkan anak-anak dalam eratnya jalinan cinta kasih bersama istri tercinta melalui ikatan perkawinan.
Oleh sebab itu, jangan khawatir tidak mendapatkan jodoh. Fokuslah menata masa depan, buatlah perempuan merasa beruntung sebab saat datang dirimu bukan sekadar bermodal pas-pasan, apalagi sekadar ajakan untuk pacaran. Kalau cinta sudah menyatu dalam alir darah, bulatkan tekad untuk bersegera menikah. Jangan bermain-main dengan perasaan, sebab kalau terluka hunjamannya akan begitu sukar disembuhkan. Mari lantangkan bismillah, semoga niat baik membangun rumah tangga sakinah, mawaddah, wa rahmah dipermudah

Wallahu'alam

Senin, 15 Agustus 2016

HEWAN QURBAN TIDAK MERASA SAKIT KETIKA DISEMBELIH - PENELITIAN


BENARKAH para binatang yang disembelih itu merasakan sakit?
Ternyata sebuah penelitian menunjukan jawaban yang mengejutkan bahwa binatang yang disembelih secara syariat islam tidak merasakan sakit sama sekali.
Penelitian ini dilakukan oleh dua orang staff peternakan dari Hannover University, sebuah Universitas terkemuka di Jerman, yaitu Prof Wilhelm Schulze dan koleganya Dr. Hazim, keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan :
Manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit?
1. Menyembelih secara syariat islam yang murni/menggunakan pisau tajam (tanpa proses pemingsanan)?
2. Menyembelih dengan cara barat dengan pemingsanan/dipukul kepalanya?
Keduanya merancang penelitian sangat canggih, menggunakan sekelompok sapi yang cukup umur (dewasa).
Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elekroda (microchip) yang disebut Electro Encephalograph (EEG). EEG dipasang dipermukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit ketika disembelih.
Dijantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.
Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG dan ECG yang telah terpasang ditubuhnya selama beberapa minggu, setelah adaptasi dianggap cukup maka separuh sapi disembelih sesuai syariat islam yang murni, dan sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi barat.
Dalam syariat islam penyembelihan dilakukan dengan pisau yang tajam, dengan memotong 3 saluran pada leher, yaitu : saluran makan, saluran napas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu arteri karotis dan vena jugularis
Syariat Islam tidak merekomendasikan metode pemingsanan sebaliknya metode barat justru mengajarkan bahkan mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.
Dari hasil penelitian prof Schultz dan Dr Hazim di Hannover University Jerman dapat diperoleh kesimpulan bahwa :
Penyembelihan menurut syariat islam/menggunakan pisau tajam menunjukan :
Pertama : Pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus) tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG, hal ini berarti pada 3 detik pertama setelah disembelih tidak ada indikasi rasa sakit.
Kedua : pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yg sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak), hingga sapi2 itu benar-benar kehilangan kesadaran Pada saat tersebut tercatat pula ECG bahwa jantung mulai meningkatkan aktivitasnya.
Ketiga : Setelah 6 detik pertama ECG pada jantung merekam adanya aktifitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar.
Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yg terputus dibagian leher, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampe zero level (angka nol) Hal ini diterjemah oleh kedua ahli itu bahwa “No Feeling of pain at all !” (tidak ada rasa sakit sama sekali)
Keempat : Karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan “healthy meat” (daging yg sehat)
Jenis daging dari hasil sembelih semacam ini sangat sesuai prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.
Secara Pemingsanan/Dibius/disetrum/dipukul kepalanya cara Barat :
Pertama : Setelah dilakukan proses Stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh & collaps (roboh), setelah itu sapi tidak bergerak lagi, sehingga mudah dikendalikan, Oleh karena itu sapi dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta dan tampaknya tanpa mengalami rasa sakit. Pada saat disembelih darah yang keluar hanya sedikit tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan)
Kedua : Segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG.. Hal ini mengindikasikan adanya tek anan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan)
Media pemingsanan yang digunakan : Setrum, bius, maupun dengan cara yang mereka anggap paling baik memukul bagian tertentu di kepala ternak dengan alat tertentu pula. Alat yang digunakan adalah Captive Bolt Pistol (CBV)
Ketiga : Grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop kebatas paling bawah, akibatnya jantung kehilangan kemampuan untuk menarik darah dari seluruh organ tubuh serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.
Keempat : Karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itupun membeku di dalam urat/pembuluh darah dalam daging sehingga dihasilkan “unhealthy meat” (daging yang tidak sehat) dengan demikian menjadi tidak layak dikonsumsi oleh manusia.
Timbunan darah beku yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih merupakan tempat atau media sangat baik bagi tumbuh kembangnya bakteri pembusuk yg dapat merusak kualitas daging.
Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukannya ekspresi rasa sakit. Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya. Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka pastilah disertai rasa sakit & nyeri, terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar.
Hasil penelitian Prof Schultz dan Dr Hazim justru membuktikan sebaliknya. Yakni pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah “menyentuh” saraf rasa sakit.
Oleh karena itu, keduanya menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekpresi rasa sakit, melainkan sebagai ekpresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras), mengapa demikian? Hal ini tentulah tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena EEG tidak membuktikan, juga tidak menunjukan adanya rasa sakit.
Nah, jelas bukan, bahwa secara ilmiah ternyata penyembelihan secara syariat Islam ternyata lebih maslahat. Apalagi ditambah dengan anjuran untuk menajamkan pisau untuk mengurangi rasa sakit hewan sembelihan.
Sabda Nabi “Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan (kebaikan) pada segala sesuatu. Maka jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih. (Yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelih.”.
MasyaAllah!