Islam mengatur seluruh persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, bukan hanya kaum Muslimin. Islam ialah petunjuk hidup yang paripurna, menjelaskan dari yang paling sederhana dan dianggap remeh sampai yang paling besar dan rumit.
Islam mengajarkan bagaimana cara masuk dan keluar kamar mandi. Maka persoalan yang lebih penting pasti diatur. Jima’. Salah satu contohnya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam mendudukkan jima’ pada pembahasan yang tinggi nan mulia. Bahkan banyak riwayat yang menyebutkan, jima’ merupakan kegemaran orang shalih dan kesibukan utama para penghuni surga.
Jima’ dalam Islam lebih dari sekadar mendapatkan nikmat. Meski mendapatkannya amat dianjurkan. Tidak tanggung-tanggung, menggapai kesempurnaan nikmat dalam jima’ ini direkomendasikan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam sebagai salah satu bentuk ibadah yang amat agung dan mulia pahalanya.
Sahabat mulia Abu Dzar al-Ghifari meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda, “Dan pada farji atau zakar salah seorang di antara kalian terdapat kesempurnaan sedekah.”
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ibnu Hibban Rahimahumullahu Ta’ala ini dikutip oleh Ustadz Abu Umar Basyir dalam Sutra Ungu ini menjelaskan betapa jima’ menduduki posisi yang sangat mulia bahkan disamakan dengan sedekah.
Ketika menjelaskan hadits ini, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Hadits ini menunjukkan betapa karena semangat melakukan amal shalih yang sangat hebat, para sahabat merasa bersedih bila tidak sempat melakukan kebajikan, padahal orang lain mampu mengerjakannya.”
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam memberi kiat (dalam) melakukan berbagai amal shalih,” tulis Ustadz Abu Umar Basyir menjelaskan, “termasuk dengan hal-hal yang dianggap kurang bernilai oleh sebagian orang. Di antaranya adalah yang berhubungan dengan jima’.”
Maka para suami dan istri hendaknya memperhatikan perkara ini. Jangan diremehkan. Jangan dianggap sambil lalu. Milikilah ilmu mengenainya. Belajarlah. Bacalah banyak hadits dan talaqqi-lah dengan para ulama’. Tanyakan kepada mereka. Dan komunikasikan dengan pasangan.
Sebab dalam jima’ ada nikmat yang menenangkan pikiran dan hati serta menyehatkan badan. Insya Allah, pahalanya amat banyak dan bisa menjaga diri dari berbagai jenis perbuatan keji dan zina.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]
TATA CARA JIMA' DALAM ISLAM
1. Sebelum melakukan jima', pasangan suami istri itu membaca basmalah. Atau membaca surat Al-Ikhlas (Qul Huwallahu ahad). Juga disunnahkan untuk bertakbir, mengucapkan laa ilaaha illallah, serta mengucapkan doa (pilih salah satu):
* "Bismillahil 'aliyyil 'azhim. Allahummaj'al-ha dzurriyyatan thayyibah. In kunta Qaddarta an takhruja dzalika min shulbi." (Dengan nama Allah Yang Maha Tinggi dan Agung. Ya Allah, jadikanlah dia keturunan yang baik, jika Engkau menetapkannya keluar dari sulbiku.)
* Allahumma jannibnisy syaithana wa jannibisy syaithana maa razaqtani (HR Abu Daud). (Artinya: Ya Allah, jauhkanlah aku dari syetan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau rizqikan kepadaku).
* Allahumma jannibnisy syaithana wa jannibisy syaithana maa razaqtani (HR Abu Daud). (Artinya: Ya Allah, jauhkanlah aku dari syetan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau rizqikan kepadaku).
2. Tidak menghadap kiblat, sebagai bentuk penghormatan kepada ka'bah yang mulia.
3. Mengenakan sesuatu menutupi tubuhnya. Sebagaimana hadits berikut ini Dari 'Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa apabila kalian mendatangi istrinya (berjima'), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)
4. Dimulai dengan mula'abah (percumbuan), berpelukan atau mencium.
5. Bila telah selesai, janganlah terburu-buru untuk menyudahinya. Karena boleh jadi masing-masing tidak sama waktunya.
6. Dimakruhkan untuk memperbanyak percakapan pada saat sedang melakukannya. Dan sebaiknya tidak meninggalkannya lebih dari 4 hari tanpa udzur.
7. Bila hendak mengulangi lagi, hendaklah mencuci farajnya (kemaluan) dan berwudhu' lagi. Sebab dengan demikian, bisa memberikan kekuatan baru.
8. Tidak disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari tertentu seperti Senin atau Jumat. Meski memang ada sebagian ulama yang mengajurkannya di hari Jumat.
9. HARAM melakukan jima' di dubur:
* Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Dilaknat orang yang menyetubuhi wanita di duburnya". (HR Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai)
* Dari Amru bin Syu'aib berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang menyetubuhi wanita di duburnya sama dengan melakukan liwath (sodomi) kecil. (HR Ahmad)
10. HARAM melakukan jima' dengan istri yang sedang mendapat haidh. Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.. (QS Al-Baqarah: 222).
Apabila bercumbu tidak sampai jima', para ulama berbeda pendapat menjadi tiga:
11. Dibolehkan melakukan 'Azl asalkan atas seizin istrinya.
'Azl itu adalah Mencabut Kemaluan sesaat sebelum terjadinya Ejakulasi, agar tidak sampai terjadi pembuahan. Praktek ini terjadi di masa shahabat di mana Rasulullah SAW mengetahuinya, dan beliau mendiamkannya. Para ulama Membolehkan Hukum 'Azl ini, sebab pada prinsipnya memang tidak ada larangan untuk itu. Asalkan istri rela menerimanya.
Dari Jabir berkata, ”Kami melakukan ‘azl di masa Nabi saw sedang Al-Qur’an turun. (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Jabir berkata: ”Kami melakukan ’azl di masa Rasulullah saw, dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya” (HR muslim).
Namun Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah serta beberapa ulama lainnya memakruhkan 'azl, lantaran Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa 'azl itu termasuk pembunuhan yang tersembunyi. Namun Imam Al-Ghazali memandang bahwa 'azl itu dibolehkan bila memang ada alasannya, seperti banyak anak dan sebagainya.
Atas dasar kebolehan melakukan 'azl inilah para ulama membolehkan pasangan suami istri meminum obat penunda kehamilan (kontrasepsi), asalkan bersifat temporal. Namun bila bersifat terus menerus, mereka mengharamkannya.
- Pertama, hukumnya tetap haram walau sekedar bercumbu saja. Alasannya untuk mencegah bila sampai terjadi jima' yang sebenarnya. Mereka mendasarkannya sebagai langkah saddan lidz-dzari'ah, atau tindakan preventif.
- Kedua, membolehkan percumbuan asal tidak sampai kepada jima'. Dasarnya adalah hadits berikut ini. Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang laki-laki yang mencumbui istrinya saat haidh, "Lakukan segala sesuatu kecuali nikah/jima'. (HR Jamaah kecuali Bukhari - Nailul Authar)
- Ketiga, boleh buat orang tua tapi haram buat pemuda. Atau boleh buat mereka yang mampu menahan gejolak syahwat tapi haram bagi mereka yang tidak mampu menahannya.
11. Dibolehkan melakukan 'Azl asalkan atas seizin istrinya.
'Azl itu adalah Mencabut Kemaluan sesaat sebelum terjadinya Ejakulasi, agar tidak sampai terjadi pembuahan. Praktek ini terjadi di masa shahabat di mana Rasulullah SAW mengetahuinya, dan beliau mendiamkannya. Para ulama Membolehkan Hukum 'Azl ini, sebab pada prinsipnya memang tidak ada larangan untuk itu. Asalkan istri rela menerimanya.
Dari Jabir berkata, ”Kami melakukan ‘azl di masa Nabi saw sedang Al-Qur’an turun. (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Jabir berkata: ”Kami melakukan ’azl di masa Rasulullah saw, dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya” (HR muslim).
Namun Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah serta beberapa ulama lainnya memakruhkan 'azl, lantaran Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa 'azl itu termasuk pembunuhan yang tersembunyi. Namun Imam Al-Ghazali memandang bahwa 'azl itu dibolehkan bila memang ada alasannya, seperti banyak anak dan sebagainya.
Atas dasar kebolehan melakukan 'azl inilah para ulama membolehkan pasangan suami istri meminum obat penunda kehamilan (kontrasepsi), asalkan bersifat temporal. Namun bila bersifat terus menerus, mereka mengharamkannya.
Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar